Selamat Datang di Blog Analis Kesehatan Pontianak, Semoga Blog kami bermanfaat bagi Anda. Jangan Lupa untuk meninggalkan komentar untuk kemajuan blog kami, terima kasih!

6 April 2010

Analisa Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
Analisa Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut.
Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Penetapan Kadar
Prosedur :
1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
5. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
6. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
7. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :
Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut:
Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada ë 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 µL reagen Biuret dan 200 µL aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah µL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Protein. (http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 12 Oktober 2008.
Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga: Jakarta.
Santoso, H. 2008. Protein dan Enzim. (http://www.heruswn.teachnology. com) diakses tanggal 12 Oktober 2008.
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Anonim. 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan Sehari-hari. (http://www.blogger.com) diakses tanggal 12 Oktober 2008
Sudjadi, A. dan Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan cetakan I. Yogyakarta: Yayasan Farmasi Indonesia.
Apriyantono, A. dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.
Kamal, M. 1991. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak, Yogyakarta: UGM-Press

Analisa Karbohidrat

Klasifikasi Karbohidrat

Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua (2) macam yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat komplek atau dapat pula menjadi tiga (3) macam, yaitu :

a. Monosakarida (karbohidrat tunggal)

Kelompok monosakarida dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu pentosa yang tersusun dari lima (5) atom karbon (arabinosa, ribose, xylosa) dan heksosa yang tersusun dari enam (6) atom karbon (fruktosa/levulosa, glukosa, dan galaktosa).

Struktu glukosa dan fruktosa digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara gula reduksi dan gula non-reduksi. Penamaan gula reduksi ialah didasarkan pada adanya gugus aldehid (–CHO pada glukosa dan galaktosa) yang dapat mereduksi larutan Cu2SO4 membentuk endapan merah bata. Adapun gula non-reduksi ialah gula yang tidak dapat mereduksi akibat tidak adanya gugus aldehid seperti pada fruktosa dan sukrosa/dektrosa yang memiliki gugus keton (C=O).

D-Glukosa (Fischer) D-Glukosa (Haworth)

b. Oligosakarida (tersusun dari beberapa monosakarida)

Kelompok ini terdiri dari banyak jenis, seperti disakarida, trisakarida, tetrasakarida, dll. Namun paling banyak dipelajari ialah kelompok disakarida yang terdiri dari maltosa, laktosa dan sukrosa (dekstrosa). Dua dari jenis disakarida ini termasuk gula reduksi (laktosa dan maltosa) sedangkan sukrosa tidak termasuk gula reduksi (nonreducing).

c. Polisakarida (tersusun lebih dari 10 monosakarida)

Kelompok ini terdiri dari tiga (3) jenis yaitu :

1. Homopolisakarida

Yaitu polisakarida yang tersusun atas satu jenis dari monosakarida yang diikat oleh ikatan glikosida, seperti galactan, mannan, fructosans, dan glucosans (cellulose, dextrin, glycogen, dan starch/pati)

2. Heteropolisakarida

3. Polisakarida mengandung N (chitin)

§ Pengujian Karbohidrat

a. Uji Kualitatif

Pengujian ini dapat dilakukan dengan dua (2) macam cara, yaitu; pertama menggunakan reaksi pembentukan warna dan yang kedua menggunakan prinsip kromatografi (TLC/Thin Layer Cromatograpgy, GC/Gas Cromatography, HPLC/High Performance Liquid Cromatography). Dikarenakan efisiensi pengujian, pada umumnya untuk pengujian secara kualitatif hanya digunakan prinsip yang pertama yaitu adanya pembentukan warna sebagai dasar penentuan kandungan karbohidrat dalam suatu bahan. Sedikitnya ada tujuh (7) macam reaksi pembentukan warna, yaitu :

1. Reaksi Molisch

Uji molisch digunakan untuk menentukan karbohidrat secara umum
Dalam karbohidrat dikenal beberapa pengujian untuk menentukan kandungan yang terdapat dalam karbohidrat tersebut. Salah satu test yang dilakukan untuk menentukan ada tidaknya karbohidrat adalah tes Molisch. Ketika ada beberapa larutan yang tidak dikenal secara pasti bahwa larutan tersebut mengandung karbohidrat atau tidak, tes ini bisa dilakukan untuk menentukan adanya kandungan karbohidrat.

Larutan yang bereaksi positif akan memberikan cincin yang berwarna ungu ketika direksikan dengan ?-naftol dan asam sulfat pekat. Diperkirakan, konsentrasi asam sulfat pekat bertindak sebagai agen dehidrasi yang bertindak pada gula untuk membentuk furfural dan turunannya yang kemudian dikombinasikan dengan ?-naftol untuk membentuk produk berwarna.


KH (pentose) + H2SO4 pekat à furfural à + a naftol à warna ungu

KH (heksosa) + H2SO4 pekat à HM-furfural à + a naftol à warna ungu

Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok ketosa (C=O).

2. Reaksi Benedict

uji benedict digunakan untuk menentukan gula pereduksi dalam karbohidrat
Uji benedict bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu larutan dengan indikator yaitu adanya perubahan warna khususnya menjadi merah bata. Benedict Reagen digunakan untuk menguji atau memeriksa kehadiran gula pereduksi dalam suatu cairan.

Monosakarida yang bersifat redutor, dengan diteteskannya Reagen akan menimbulkan endapan merah bata. Selain menguji adanya gula pereduksi, juga berlaku secara kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam larutan maka semakin gelap warna endapan.



KH + camp CuSO4, Na-Sitrat, Na2CO3 à Cu2O endapan merah bata

3. Reaksi Barfoed

Uji barfoed digunakan untuk mengidentifikasi antara monoskarida, disakarida, dan polisakarida

KH + camp CuSO4 dan CH3COOH à Cu2O endapan merah bata

4. Reaksi Fehling

KH + camp CuSO4, K-Na-tatrat, NaOH à Cu2O endapan merah bata

Ketiga reaksi diatas memiliki prinsip yang hampir sama, yaitu menggunakan gugus aldehid pada gula untuk mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O (enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed) dengan ditambahkan agen pengikat (chelating agent) seperti Na-sitrat dan K-Na-tatrat.

5. Reaksi Iodium

Uji atau tes ini digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam larutan tersebut. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin. Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan, warna yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang positif akan menghilang.

Dan sewaktu didinginkan warna biru akan muncul kembali. Di dalam amilum sendiri terdiri dari dua macam amilum yaitu amilosa yang tidak larut dalam air dingin dan amilopektin yang larut dalam air dingin. Ketika amilum dilarutkan dalam air, amilosa akan membentuk micelles yaitu molekul-molekul yang bergerombol dan tidak kasat mata karena hanya pada tingkat molekuler.

Micelles ini dapat mengikat I2 yang terkandung dalam reagen iodium dan memberikan warna biru khas pada larutan yang diuji. Pada saat pemanasan, molekul-molekul akan saling menjauh sehingga micellespun tidak lagi terbentuk sehingga tidak bisa lagi mengikat I2. Akibatnya warna biru khas yang ditimbulkan menjadi menghilang.

Micelles akan terbentuk kembali pada saat didinginkan dan warna biru khaspun kembali muncul. Warna biru khas yang ditimbulkan sebagai hasil dari reaksi positif, juga akan hilang jika larutan yang telah positif dalam pengujian iod ditambah dengan NaOH. Ion Na+ yang bersifat alkalis akan mengikat iodium sehingga warna biru khas akan memudar dan hilang.


KH (poilisakarida) + Iod (I2) à warna spesifik (biru kehitaman)

6. Reaksi Seliwanoff

Uji selliwanof digunakan untuk menentukan karbohidrat jenis ketosa.
Beberapa karbohidrat memiliki gugus keton, adanya gugus keton tersebut dapat dibuktikan melalui uji seliwanoff. Jika karbohidrat yang mengandung gugus keton direaksikan dengan seliwanoff akan menunjukkan warna merah sebagai reaksi positifnya.

Adanya warna merah merupakan hasil kondensasi dari resorsinol yang sebelumnya didahului dengan pembentukan hidroksi metil furfural. Proses pembentukan hidroksi metil furfural berasal dari konversi dari fruktosa oleh asam klorik panas yang kemudian menghasilkan asam livulenik dan hidroksi metil furfural.


KH (ketosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à warna merah.

KH (aldosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à negatif

7. Reaksi Osazon

Uji osazon digunakan untuk mengamati perbedaan yang spesifik bagi tiap karbohidrat melalui penampang endapan yang dihasilkannya

Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan larutan fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal berwarna kuning yang dinamakan hidrazon (osazon).